Aku tersadar setelah sekian lamanya aku mengikuti suatu arahan yang salah. Selama ini aku selalu berfikir bahwa orang-orang terlalu jahat untuk bisa menghargai dan membantu perasaan, eksistensi dan masalah dalam hidupku. Tapi ternyata aku salah. Salah besar.

Mungkin beberapa orang akan menunjukkan how care they are to me, tapi beberapa orang lain justru menunjukkan sebaliknya padaku โ€“ dan parahnya orang yang awalnya peduli dengan hidupku terkadang juga justru melakukan sebaliknya padaku. Coba bayangkan betapa sedihnya diriku ketika tahu bahwa tidak ada benar-benar orang yang akan peduli dengan perasaan, eksistensi dan masalah dalam hipdupku?

Ya, tapi mau sampai kapan? Sampai akhirnya aku tersadar bahwa aku salah selama ini. Aku salah karena terlalu berpegang pada peran orang lain dalam menentukan sesuatu yang sebenarnya hanya aku yang dapat menentukannya. Mau seberapa banyak rasa turut bersuka cita yang ku terima, namun terkadang aku akan tetap merasa tak bahagia sama sekali, aneh bukan?

Begitulah yang terjadi selama ini, aku terlalu berharap mereka mau berkata baik padaku karena aku selalu berkata sebaik mungkin pada mereka. Aku selalu berharap orang-orang akan menghargai eksistensiku karena aku selalu menghargai eksistensi orang-orang. Aku selalu berharap dia selalu memberikan respon terbaik atas semua pesanku karena aku selalu memberikan respon terbaik saat menerima pesan darinya. Aku selalu berharap dia akan mengangkat panggilanku setiap saat karena aku telah mengangkat panggilannya setiap saat.

Mulai saat ini aku akan bertanggung jawab atas diriku sendiri. Aku takkan lagi menunggu orang membalas kebaikanku, menghampiriku demi menghargai eksistensiku, menunggu balasan pesan darinya dan mengangkat panggilanku kembali. Aku terlalu membiarkan harapan ini mengatur kebahagiaanku setiap saat, dan itu salah.

Bukan, ini bukan berarti aku akan berhenti berbagi kebaikan, menghargai orang lain, membalas pesannya, atau mengangkat panggilannya, aku akan tetap melakukan semua itu. Tapi aku akan mencoba untuk melakukannya dengan rasa ikhlas yang paling dalam, tak mengharapkan apapun, hanya percaya bahwa Tuhan akan membalas semua itu, walau mungkin tak selalu dibalas di dunia, tapi bukannya kita masih ada kehidupan setelah dari dunia?

Bukan juga berarti jika mereka membalas kebaikanku, menghargaiku, membalas pesanku, atau mengangkat panggilanku tidak berarti apa-apa lagi dihidupku. Semua hal itu pasti masih dapat membuatku senang, namun jika sebelumnya aku menganggap itu seperti makanan pokok, saat ini hanya kuanggap sebagai kudapan. Kalau memang mereka memberikan itu, aku tambah bahagia, namun jikalau tidak, aku berusaha untuk tidak terpengaruh sedikitpun atas perilaku mereka.

Akhirnya, aku sadar. Terima kasih waktu, walaupun lama tapi pada akhirnya kau tetap menyadarkanku.